Hai, sayang, perlu waktu hampir dua tahun untukku merangkum dan menuangkan semua tentangmu di sini. Meskipun sepotong-sepotong kisahmu mampu kutuliskan di sana-sini, namun membawamu ke "tempat sakral" ini ternyata perlu energi dan hati yang lebih besar lagi. Ditambah dengan bantuan hormon-hormon pasca kembali rutin lari dan asupan kopi sore tadi, akhirnya hari ini tiba.
Bismillah. Ini kisah panjang sekaligus singkat tentangmu, Kaldera Althaf Pradapta.
Suatu hari, tiga bulan setelah aku dan ayahmu menikah, aku iseng membeli testpack karena menstruasiku telat datang satu minggu. Tanpa basa-basi, garis dua. Respon pertama adalah bingung dan cemas. Ini beneran? Pagi itu juga aku langsung ke klinik terdekat untuk memeriksa lebih lanjut. Dan betul, sudah ada kamu di rahimku. Usia lima minggu. Sejujurnya saat itu kami punya rencana-rencana lain yang bukan punya anak, tapi kehadiranmu yang baru terlihat setitik di hasil cetak USG sudah membuat kami melepaskan semua rencana tadi tanpa berat hati. Kami bersuka cita.
Sayangnya, sayang, suka cita dalam hatiku tidak pernah hadir sendiri. Sejak hari itu, sepulang USG pertama sampai dengan umurmu empat bulan di kandungan, hatiku juga dipenuhi rasa cemas dan takut. Aku bolak-balik flek. Berkali-kali dokter menyuruhku untuk bedrest.
Bedrest seminggu, bersih, flek lagi, bedrest lagi seminggu, bersih, flek lagi. Begitu terus. Di masa-masa aku harus rebahan sepanjang hari, ayah dan jiddahmu benar-benar membantuku bertahan. Tidak banyak yang bisa kulakukan tanpa keberadaan mereka. Ayah mengerjakan semua pekerjaan domestik dan setia melucu dan mendengarkan meski kutahu di hatinya juga ada takut. Di tengah hiruk pikuk kekhawatiran kami, cerita jiddahmu yang selalu membuatku optimis. "Ibu dulu waktu hamil kamu dll juga sering flek atau malah pendarahan. Alhamdulillah lahir selamat. Bismillah, Insya Allah kamu juga."
Trimester pertama ini memang berat, tapi hal-hal seru juga banyak terjadi di periode ini. Aku mual dan muntah-muntah sampai sulit makan hehe. Cuma satu makanan yang bisa kumakan dengan lahap. Kamu tau apa? Nasi padang! Kamu jelas anak ayahmu, Kal. :) Anehnya, pada masa itu aku justru tidak bisa berada dekat-dekat dengan ayahmu. Entah kenapa selalu terasa "bau" dan bikin mual hahahaha. Untung ayahmu pengertian dan mau mandi berkali-kali tiap aku minta hahaha. Lihat, sebaik itu ayah.
30 Agustus 2022
Sudah empat bulan kamu di rahimku. Hari itu hari yang sama sekali tidak aku bayangkan akan datang. Aku masih ingat persis seperti apa rasanya bangun pagi dengan perasaan takjub luar biasa sebab kita, kamu bisa bertahan sampai saat ini; trimester dua yang kata orang bakal lebih mudah dari trimester sebelumnya.
Benar saja. Flek, mual, dan muntah-muntahku semuanya berhenti begitu saja. Dokter juga bilang tumbuh kembangmu sempurna, sesuai dengan umurmu. Aku bisa ngurusin ini-itu lagi, jalan pagi lagi, dan melakukan aktivitas lainnya selayaknya ibu hamil nan sehat dan kuat pada umumnya. Alhamdulillah.
 |
USG bulan September, kamu 'senyum'. |
9 November 2022
Pagi itu aku dan ayahmu ke dokter untuk pemeriksaan rutin. Kamu sehat, tumbuh kembangmu bagus. Hanya saja ayahmu demam, namun sorenya membaik setelah tidur dan minum obat. Ayah berangkat kerja seperti biasa. Kemudian, di waktu maghrib, aku yang mendadak tidak enak badan. Badanku panas. Aku memutuskan tidur cepat.
10 November 2022
Pukul dua pagi aku terbangun karena rasa ingin buang air kecil. Begitu aku bangun dari tempat tidur, ternyata spreinya sudah basah. Setengah lari aku menuju ke kamar mandi dan keluar air yang aku yakin bukan pipis. Segera aku dan jid pergi ke rumah sakit. Hingga akhirnya di pagi hari dokter memastikan bahwa yang keluar itu air ketuban.
Aku langsung menjalani berbagai prosedur untuk rawat inap. Salah satunya tes covid. Entah bagaimana, ternyata aku positif covid, sayang. Alhasil aku harus dirujuk ke rumah sakit lain yang menerima pasien dengan kondisi covid. Kamu tau, sebelumnya aku tidak pernah positif covid dan pada masa itu badai covid sudah jauh mereda. Saat itu aku hanya bisa bertanya-tanya kenapa harus hari ini. Kenapa harus saat sedang hamil.
Siang itu kita sudah pindah ke rumah sakit lain. Aku dirawat di kamar khusus ibu hamil yang positif covid. Rencananya begini;
- Bedrest total dengan harapan air ketuban berhenti keluar dan kehamilan bisa dilanjutkan.
- Atau kalau air ketuban terus-menerus keluar, kamu terpaksa dilahirkan.
Saat itu aku sendirian, sayang (bersama tujuh ibu hamil positif covid lainnya yang dirawat silih berganti). Tidak boleh ada satu pun keluarga yang menemani atau menjenguk. Ayahmu bahkan cuma bisa datang sampai lobby rumah sakit. Menitipkan apa-apa yang kubutuhkan kepada satpam untuk kemudian diberikan oleh suster padaku.
Setiap hari aku lewati dengan tiduran di ranjang rumah sakit, bahkan saat buang air dan makan. Untuk duduk pun dilarang karena air ketuban terus keluar. Aku masih bisa ketawa-ketiwi chat-an dengan ayahmu meski di akhir chat selalu ada tangis-tangis yang pecah. Ya begitulah cara kami saling hadir dan menguatkan dari jauh di hari-hari penuh ketidakpastian itu. Detak jantungmu yang selalu bagus dan kuat, yang setiap hari bisa kudengar melalui alat yang digunakan suster, juga menjadi penguat kami.
Sampai akhirnya kepastian itu datang.
 |
tulisan ayah yang sangat menggambarkan keadaan kami saat itu |
17 November 2022
Pagi hari hasil USG menunjukkan bahwa air ketuban dalam rahimku semakin sedikit. Akan berbahaya buatmu kalau kamu terus dipertahankan di dalam sana. Dokter memutuskan kamu harus segera dilahirkan. Nanti malam. Di usia 28 minggu.
Hatiku hancur, sayang. Penuh rasa bersalah. Dari sekian hari yang kita lalui bersama, aku rasa ini lah hari terberatnya.
"Detak jantungmu bagus, tumbuh kembangmu sempurna, tapi kenapa aku nggak bisa memberikan tempat yang aman untukmu bertumbuh dan berkembang lebih lama di dalam rahim?”
Sehabis isya aku persiapan masuk ruang operasi. Ayahmu dan keluarga lainnya hadir dan menunggu di lobby. Suster sekali lagi memeriksa detak jantungmu lewat alat yang ditempel di perutku. Bagus. Kuat. Lagi, aku lega namun kembali ingat rasa bersalah tadi.
Tepat pukul 20.11 kamu keluar dari perutku. Aku hanya bisa melihat sekilas karena kamu langsung dibawa oleh dokter untuk penanganan lebih lanjut.
Kaldera Althaf Pradapta lahir prematur di Hari Prematur Sedunia (sungguh sebuah "kebetulan") dengan berat 950 gram dan panjang 37 sentimer.
Dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi pada bayi prematur sepertimu, hadirmu di dunia membangkitkan semangat baru dalam hatiku. Semangat juang seorang ibu untuk anaknya.
Dua hari kemudian aku dibolehkan pulang. Kamu tentu masih di NICU dengan berbagai selang yang menempel di badan. Karena pada saat kamu dilahirkan aku tidak diswab lagi, aku dianggap masih positif covid dan kamu ditempatkan di NICU bayi dengan ibu positif covid. Alhasil kamu tidak bisa dijenguk bahkan sekadar dilihat dari jendela pun tidak boleh. Ayah hanya bisa melihatmu dari rekaman video di ponsel suster jaga.
Di rumah aku diminta memompa asi dan menyimpannya jaga-jaga jika suatu saat kamu sudah bisa minum tanpa selang. Suster juga pernah sekali meminta asiku dibawa ke rumah sakit untuk diolesi ke bibirmu.
21 November 2022
Karena kondisi pasca operasiku sudah semakin pulih, sudah kuat jalan, aku minta diantar ke rumah sakit untuk menemuimu. Tepatnya, menemui suster jaga yang mempunyai rekaman dirimu. Dari sebelum zuhur kami sudah di sana, sayang. Duduk dengan tabah di ruang tunggu. Namun sampai hampir asar tidak ada satu suster pun yang bisa ditemui. Karena ayahmu harus bekerja, akhirnya dengan berat hati kami memutuskan pulang. Hal yang nantinya kusesali karena setelah itu ternyata tidak ada lagi kesempatan melihatmu membuka mata.
Tidak sampai satu jam dari kami tiba di rumah, tepat saat ayah selesai memakai seragam kerjanya, suster rumah sakit menelepon dan meminta kami ke sana. Deg. Hatiku campur aduk.
Di rumah sakit kami diinfokan bahwa kondisimu kritis. Jujur, saat itu aku sudah pasrah. Aku tidak lagi meminta Allah untuk memberimu umur panjang. Aku hanya minta supaya kamu diberi yang terbaik dan aku diberi kekuatan untuk menerima apapun takdir-Nya. Hingga akhirnya selepas isya kamu dinyatakan tiada.
Tidak, aku tidak histeris. Aku tidak jatuh lemas. Hatiku tidak sehancur pada saat tahu kamu harus dilahirkan. Aku hanya menangis dan tersenyum. Sedih, namun terselip kelegaan. Kamu sudah tidak sakit, kamu sudah tidak perlu selang napas, selang makan, selang kencing, dan alat-alat lain yang bertumpuk di tubuh kecilmu. Kamu akan berada di tempat yang benar-benar aman, nyaman, dan indah.
21 November 2022 - hari ini
Semua rasa bersalah, sedih, marah, menyesal, yang ada di tulisan ini cuma kilas balik, sayang. Hari-hari setelah hari itu kulalui dengan membiarkan semua emosi dan pikiran singgah di hati sampai akhirnya mereka pergi sendiri, termasuk rasa kosong yang kerap datang di bulan Februari.
Dulu hari prediksi lahirmu adalah bulan Februari, bulan kelahiran aku dan ayahmu. Kami senang sekali membayangkan tanggal lahirmu akan sama dengan salah satu dari kami. Harapan yang selalu kami khayalkan yang akhirnya tidak kesampaian. Jadi, selain November (bulan kelahiran dan kepergianmu), bulan Februari juga sempat membuatku merasa kosong.
Begitulah pahit manis proses berduka, Kal. Kini aku sudah bisa memaafkan diriku sendiri dan menerima bahwa semua sudah terjadi.
Oh iya, dulu ada yang bilang padaku jika aku hamil dan punya anak lagi, rasa kosong di hati itu akan hilang. Entah benar atau tidak, tapi yang aku tau akan selalu ada tempat di hatiku untukmu, anak pertamaku. Jika ada yang bertanya sudah punya anak atau belum, aku berusaha menjawab dengan, "udah, tapi udah meninggal." Tanpa bermaksud menciptakan kesedihan, aku hanya ingin keberadaanmu di dunia, meski cuma empat hari, diketahui. :)
Terima kasih sudah hadir dan membawa banyak pelajaran hidup, Kaldera, empat-hari-untuk-selamanya-ku. Pelukan bertiga!
“tidak ada yang buruk datang dari Allah, barangkali menurut kita itu buruk.
BalasHapustapi dibalik keburukan itu ada kebaikan”